Rabu, 13 Juli 2011

Koperasi dan Ilusi Kesejahteraan

Koperasi dalam UUD 1945 disebut sebagai sokoguru perekonomian Indonesia, tetapi dalam praktiknya telah menjadi subordinasi dari kapitalisme yang tak terbendung. Akankah posisi koperasi tetap termarginalkan?

Peringatan Hari Koperasi ke-64, yang jatuh pada 12 Juli ini. memiliki makna reflektif, mengingat watak perekonomian kita saat ini yang dituding banyak pihak berada di arena pasar bebas1 yang hyper competition.

Secara historis, gerakan koperasi yang bertujuan memakmurkan hidup rakyat tumbuh seiring dengan semangat kemerdekaan. Salah satu tujuan kemerdekaan adalah mewujudkan keadilan sosial memberi kemampuan, kesempatan, dan akses yang sama kepada seluruh rakyat dalam memperoleh manfaat ekonomi dan menuai kesejahteraan.

Per definisi, gerakan usaha ekonomi rakyat berbasis kolek-tivisme dan berasas mutual cooperation ini, menurut Bapak Koperasi Indonesia, Bung Hatta, bertujuan menjamin kehidupan bangsa yang lebih sejahtera berdasarkan prinsip kekeluargaan dan gotong royong (pidato Bung Hatta dalam memperingati Hari Koperasi, 12 Juli 1977).

Jalan di tempat

Lalu, mengapa gerakan koperasi hingga kini masih jalan di tempat, jika tidak bisa dikatakan mundur? Mengapa pemerintah tak pernah mau mencoba koperasi sebagai altematif untuk menjawab problem kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi yang kian ekstrem? Apakah koperasi dianggap sebagai ide ilu-lif, sehingga nomenklatur ini sempat akan dicoret oleh para politisi Senayan d.iri kosa kata konstitusi kita dalam proses amendemen UUD 1945 pada awal reformasi lalu?

Secara genealogis, sejak gagasan kemakmuran masyarakat berasaskan prinsip kerja sama (koleklivisme). dimunculkan di Eropa oleh kaum sosialis Fabian (Fabian Society) pada awal abad ke-19, hingga kini, paling tidak telah muncul empat aliran (sclio-ols of thought) yang mendasari pemikiran koperasi sebagai bangun usaha rakyat.

Pertama, aliran cooperative commonwealth school. Mazhab ini memperjuangkan agar prinsip-prinsip dasar koperasi diberlakukan secara luas dan memberi pengaruh signifikan dalam sendi-sendi kehidupan ekonomi negara dan masyarakat.

Kedua, aliran school of modified capitalism yang mengasumsikan koperasi sebagai kapitalisme yang telah diperlunak, suatu sistem ekonomi yang telah terbebas dari ekses negatif kapitalisme. Bagi aliran ini, koperasi adalah sistem yang bisa menjaga dan mempertahankan keseimbangan di antara kekuatan-kekuatan ekonomi yang ada.

Ketiga, aliran the socialist school, yang mamandjng koperasi sebagai bagian integral dari sistem sosialisme. Dalam konteks sosial, koperasi mencirikan satu aspek penting dari pola relasi masyarakat sosialis. Sementara itu. dalam konteks ekonomi, koperasi adalah partner dari perusahaan-perusahaan negara.

Keempat, aliran cooperative sector school, yang meyakini bahwa sistem koperasi memiliki filosofi yang berbeda dari sistem sosialisme, apalagi kapitalisme.

Koperasi adalah rangkaian prinsip usaha rakyat yang bersifat kolektif, bervisi sosial serta berorientasi transformatif. Koperasi adalah perpaduan rasional sektor usaha negara, swasta, masyarakat.

Jika ditarik ke dalam konteks empirik, aliran pemikiran keempat tampaknya lebih sesuai dengan cita-cita koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional seperti dirumuskan Bung Hatta. Sebab, secara substantif, sistem perekonomian kita sebenarnya adalah perpaduan elegan dari cita-cita sosialisme dan pengakuan negara atas hak milik individu.

Rada sisi lain, ide dasar koperasi juga sejalan dengan prinsip negara kesejahteraan, seperti penciptaan pasar sosial, pendalaman demokrasi, hubungan kerja yang manusiawi, hak atas pendidikan, lapangan kerja penuh dan angkatan kerja yang terdidik-terampil. pemenuhan jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan, serta kendali penuh negara atas sektor-sektor penting dan strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Gerakan periferal

Kendati nilai-nilai koperasi relevan dengan situasi Indonesia hari ini, tetapi sayangnya, gerakan koperasi lebih terlihat sebagai gejala sosial periferal. Mengutip Arief Budiman (1995), sistem ekonomi Indonesia sejak era Orde Baru pascareformasi masih menunjukkan watak kapitalisme dengan dukungan penuh birokrasi.

Ciri kapitalisme rente itu tampak dari dominasi peran birokrasi dalam urusan ekonomi, kuatnya pengaruh korporasi dan modal global, ketergantungan negara yang tinggi pada utang luar negeri, sikap negara yang cuek terhadap ekonomi biaya tinggi, dan membiarkan ekonomi nasional terus berada di bawah kendali rezim pasar.

Dalam upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat, prinsip dasar koperasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945. yakni perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, sesungguhnya sejalan dengan gagasan ekonomi modem.

John Maynard Keynes misalnya, meyakini bahwa permintaan efektif pasar merupakan faktor utama yang menggerakkan aktivitas ekonomi masyarakat. Sementara itu, CK Prahalad [The Fortune at the Bottom of the Py-ramid, 2006) juga menunjukkan pentingnya melibatkan golongan miskin dalam kegiatan ekonomi pasar.

Data Kementerian Koperasi dan UKM (2006-2010) menunjukkan, jumlah anggota koperasi tercatat sekitar 30.461.121 dari sekitar 177.482 unit usaha ko-perasi yang ada. Sementara itu, volume usaha mencapai Rp76.82 triliun, dan sisa hasil usaha (SHU) sebesar Rp5.62 triliun.

Sebanyak 30% dari 138.000 koperasi di Indonesia hingga saat ini belum aktif. Salah satu penyebabnya, koperasi kekurangan modal untuk mengembangkan usaha. Dari sisi volume usaha pun. perkoperasian di Indonesia juga masih sangat rendah. Saat ini baru 22% dari masyarakat Indonesia yang sudah dewasa tergabung dalam koperasi.

Persentase ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan kondisi di negara-negara maju. Di AS sebanyak 70% dan Singapura 80% warganya yang sudah dewasa tergabung dalam koperasi. Kondisi tersebut berpengaruh pada volume usaha koperasi di seluruh dunia mencapai US$60 triliun per tahun.

Kurang dukungan

Dalam menapaki usianya yang ke-64, kita berharap gerakan koperasi bisa makin membuktikan kiprahnya sebagai lembaga ekonomi rakyat yang tak hanya sanggup menyejahterakan rakyat, tetapi juga bisa memberi kontribusi signifikan dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, pada era ekonomi, di mana logika kapital dan genre pasar telah menjadi semacam ideologi, kehadiran koperasi kerap dilihat sebagai anomali.

Sebab, koperasi bukanlah unit usaha yang semata berorientasi profit. Visi dasarnya adalah memberi keuntungan dan manfaat bagi seluruh anggotanya. Negara dengan sistem ekonomi terbuka dan pertumbuhan ekonomi tinggi-yang telah mempraktikkan bentuk-bentuk usaha koperasi sejak awal abad ke-19-seperti Jerman, Swedia, Finlandia atau Denmark, telah membukukan peran koperasi sebagai pilar penting pertumbuhan ekonomi negara.

Masalahnya, pemerintah, termasuk institusi perbankan dan dunia usaha, kurang memberi dukungan konkret pada koperasi. Padahal, model bangun usaha rakyat ini sesungguhnya bisa menjadi solusi efektif dalam mengoreksi distorsi pasar, mendorong laju pertumbuhan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat.

Melalui visi transformatifnya. gerakan koperasi bisa menjadi metode sekaligus aksi nyata guna melawan sumber-sumber kemiskinan dan bentuk-bentuk ketidakadilan ekonomi yang nyaris kita rasakan setiap hari (red: seperti yang diejawantahkan oleh KERaN, koperasi jejaring ekonomi berbasis IT yang bertujuan untuk memberdayakan ekonomi rakyat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar